Kamis, 30 Mei 2013

Sepi Pembeli, 20% Kios di Pasar Jungke Tutup

KARANGANYAR – Lebih kurang 20% kios di Pasar Jungke, Karanganyar, mangkrak karena ditinggalkan pemiliknya sejak beberapa bulan terakhir. Sebagian penjual memilih menutup kiosnya lantaran sepi pembeli.
Menurut seorang pedagang sayuran asal Mandungan, Ngadiyem, 70, sebagian pedagang memilih berhenti berjualan karena kehabisan modal. “Hla di sini sepi sekali, hasil jualannya enggak bisa menutup modal, jadi banyak yang
bangkrut terus pilih tutup,” urai dia. Wanita yang telah berjualan di pasar saebelah selatan Terminal Jungke selama puluhan tahun itu mengaku omzetnya terus menurun dalam satu tahun terakhir. Namun, dia tetap bertahan berdagang di tempat itu karena tidak memiliki pilihan lain.
Ngadiyem menduga pasar tidak lagi ramai dikunjungi pembeli karena banyaknya pedagang oprokan yang berjualan di emperan pasar. “Yang menarik karcis itu enggak tegas, harusnya kan enggak boleh ada oprokan, tapi sekarang banyak sekali. Kalau begitu kan pembeli jadi malas masuk pasar, ya kami yang jadi enggak laku,” ujarnya.
Pedagang Keliling
Seorang pedagang lainnya, Sutarmi, 50, justru menduga pasar menjadi sepi karena menjamurnya pedagang sayur keliling berberonjong. Menurutnya, jumlah pedagang keliling di Karanganyar mencapai angka ratusan. Mereka biasa menjajakan sayuran ke desa-desa dengan harga eceran, sehingga masyarakat menjadi enggan berbelanja ke pasar.
Sebagian pedagang lainnya mengatakan pendapat senada. Mereka menuding pedagang sayur keliling sebagai penyebab sepinya pasar. “Hla sekarang kalau pagi pedagang beronjongan sudah keliling kampung, belinya bisa ngecer, kalau enggak punya uang bisa ngutang, pedagang pasar seperti kami ya jelas kalah,” imbuh seorang pedagang sembako, Khotijah.
Khotijah juga mengeluhkan jumlah minimarket yang kian menjamur di Bumi Intan Pari. Akibatnya, pasar tradisional yang bangunannya kurang memadai semakin ditinggalkan. Oleh sebab itu, dia berharap wacana perbaikan Pasar Jungke segera terealisasi. Pasalnya, pasar itu belum pernah tersentuh perbaikan sejak 10 tahun terakhir, sehingga kondisinya cukup memprihatinkan. “Kalau bisa diperbaiki saja, enggak usah direvitalisasi atau ditingkat. Tapi kalau memang diperbaiki pedagang jangan dimintai bayaran lagi, kami takutnya nanti malah disuruh bayar mahal,” harapnya.
sumber:Solopos